Minggu, 08 Juni 2014

 
Rini Nur Amalina
x iis 1
tugas pkn


Kasus Pelecehan Seksual 


Komnas Anak: Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 

Komnas Anak: Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat


Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan kekerasan seksual terhadap anak di Ibu Kota mengalami peningkatan. Sekretaris Jenderal Komnas Anak, Samsul Ridwan, mengatakan peningkatan itu terjadi hampir setiap tahunnya. “Kecenderungannya tiap tahun meningkat,” kata Samsul kepada Tempo, Sabtu, 10 Mei 2014.

Komnas Anak mencatat, sebanyak 342 kasus kekerasan pada anak terjadi di Jakarta pada Januari-April 2014. Sebanyak 52 persen atau sekitar 175 kasus merupakan kejahatan seksual. Sedangkan sepanjang 2013 tercatat ada 666 kasus kekerasan anak terjadi di Jakarta, dengan 68 persennya merupakan kekerasan seksual.

Samsul menyatakan data tersebut merupakan fakta bahwa sekolah menjadi tempat yang cukup rawan bagi anak-anak. Dari 175 kasus tersebut, kekerasan seksual 40 persennya terjadi di lingkungan sekolah sehingga menjadikannya tempat paling rawan terhadap anak. Sedangkan lingkungan tempat tinggal, dia menyatakan angkanya cukup tinggi karena terjadi sebanyak 30 persen dari total kejadian.

“Kalau persentase dijumlah, 70 persen kekerasan seksual terhadap anak justru malah ada di sekolah dan rumah,” kata Samsul.

Namun, dia mengatakan bahwa data yang diterima Komnas PA hingga April 2014 lalu tidak terjadi seluruhnya tahun ini. Menurutnya, kekerasan seksual itu juga ada yang terjadi pada tahun sebelumnya, namun baru dilaporkan saat ini. “Jadi laporannya baru sekarang meski peristiwanya sudah beberapa waktu lalu,” ujarnya.

Adapun faktor itu terjadi, salah satunya, karena dipicu peristiwa kekerasan seksual yang dialami seorang bocah di taman kanak-kanak Jakarta International School. Menurut Samsul, peristiwa di JIS seakan memberikan dorongan bagi orang tua yang anaknya menjadi korban untuk ikut melaporkan hal tersebut.

Dia mengatakan, sebagian besar orang tua tidak melapor sebelumnya karena sudah berdamai dengan pihak sekolah. Mereka juga diminta untuk menjaga nama baik sekolah sehingga tidak melaporkan peristiwa tersebut. “Tapi hal itu juga karena masalah psikis anak yang tertekan sehingga tidak terbuka meski kepada orang tuanya,” ujar Samsul. (Baca: Bertambah, Korban Pelecehan Seksual di JIS)  


SUMBER:
Tempo.co-11 Mei 2014
 



 
Rini Nur Amalina
x iis 1
tugas pkn



Black Campaign (Kampanye Hitam)

Black Campaign atau kampanye hitam adalah Penggunaan metode rayuan yang merusak, sindiran atau rumors yang tersebar mengenai sasaran kepada para kandidat atau calon kepada masyarakat agar menimbulkan presepsi yang dianggap tidak etis terutama dalam hal kebijakan publik. komunikasi ini diusahakan agar menimbulkan fenomena sikap resistensi dari para pemilih, kampanye hitam umumnya dapat dilakukan oleh kandidat atau calon bahkan pihak lain secara efisien karena kekurangan sumber daya yang kuat untuk menyerang salah satu kandidat atau calon lain dengan bermain pada permainan emosi para pemilih agar pada akhirnya dapat meninggalkan kandidat atau calon pilihannya.

Badan pengawas pemilu mengatakan, kampanye hitam melalui sosial media dalam pemilu presiden saat ini terjadi dalam skala yang belum pernah ada sebelumnya.
Mereka mengatakan, sejauh ini telah menerima tujuh pengaduan kecurangan pemilu yang sebagian besar berbentuk kampanye hitam di sosial media.
"Agak lebih parah (kampanye hitam melalui sosial media) sekarang ini," kata anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Jumat (06/06) siang.
Namun demikian, menurutnya, Bawaslu kesulitan menindaklanjutinya karena aturannya lemah dan bukti-buktinya yang dianggap kurang.
"Akibat kelemahan Undang undang (Pemilu) ini, kita tidak dapat serta-merta menjerat orang-orang yang melakukan kampanye hitam," kata Nelson.
Pihaknya akhirnya menghimbau agar pasangan capres dan tim kampanye lebih mengedepankan kampanye damai dan bermartabat.

Masyarakat muak

Belakangan, masyarakat menunjukkan rasa muak terhadap kampanye hitam terkait pemilu presiden di sosial media, dengan balik mempropagandakan "kampanye damai".
Melalui Facebook dan Twitter, mereka mengunggah gambar dengan sederet kalimat yang diakhiri kalimat "Kampanye Presiden Damai alias Kampred".
Keluarga di sebuah kampung di Bandung dan spanduk capres Prabowo-Hatta.
Di laman Facebook, sebagian pengguna media sosial juga menunjukkan kemarahannya dengan mengancam "mengakhiri pertemanan" jika laman mereka ditag segala sesuatu terkait kampanye capres.
Dua orang warga Jakarta yang aktif di sosial media juga menyatakan, mereka menjauhi dan tidak pernah tertarik untuk melakukan kampanye hitam di Facebook atau Twitter.
"Itu 'kan debat kusir di antara pendukung capres masing-masing. Kita 'kan sudah tahu track record mereka," kata Robert, warga Jakarta, kepada BBC Indonesia. "Itu nggak baik, bisa menciderai demokrasi."
Warga Jakarta lainnya, Tina, mengatakan kampanye hitam di sosial media tidak perlu dilakukan. "Harusnya mereka bisa berkompetisi secara sehat," katanya.
Dia mengatakan, dapat membedakan informasi terkait pilpres yang benar dan tidak. "Nalar dan akal sehat harus jalan untuk memilih siapa yang terbaik diantara keduanya," kata Tina.

'Cukup tegar hadapi godaan isu'

"Mereka sudah jauh cukup tegar menghadapi godaan-godaan isu yang bisa jadi tidak relevan dalam kampanye politik ini."
Devie Rachmawati, pakar komunikasi sosial UI
Pakar komunikasi sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rachmawati mengatakan, kompetisi politik dua kubu capres yang saling mencari kelemahan masing-masing di sosial media, masih tergolong lumrah.
"Karena di negara AS yang sudah cukup matang dalam berdemokrasi, bisa kita temui penggunaan simbol-simbol agama, suku dan ras, untuk menjatuhkan calon presiden," kata Devie saat dihubungi BBC Indonesia, melalui teleponnya, Jumat (06/06) sore.
Di Indonesia, menurutnya, mayoritas pengguna sosial media "sudah cukup dewasa" dalam berinteraksi terkait pilpres.
"Mereka sudah jauh cukup tegar menghadapi godaan-godaan isu yang bisa jadi tidak relevan dalam kampanye politik ini," katanya.
Spanduk dukungan terhadap pasangan capres Jokowi-Jusuf Kalla di Jakarta.
Namun demikian, lanjutnya, perilaku pemilih tidak bisa diubah hanya dengan model kampanye politik, apalagi yang berbentuk fitnah.
"Publik di manapun, ketika memutuskan pilihan politik, biasanya lebih mudah dalam hanyut dalam hal emosional. Karena emosional, perilaku pemilih jauh lebih keras kepala. Jadi tidak mudah digoyang dengan kampanye negatif," ujarnya menganalisa.
Devie juga mengatakan, kampanye politik melalui media sosial tidak akan terlalu efektif, karena karakter masyarakat Indonesia yang mayoritas masih berpendidikan rendah.



sumber: 
 BBCIndonesia.com
 id.wikipedia.org/wiki/Kampanye_politik