Minggu, 03 Juni 2018

BASIC PSYCHOLOGICAL FEATURES IN CYBERSPACE


 Nama Kelompok : 
Rini Nur Amalina (16516438)
Syafalia Mutiara P (17516217)
Kelas : 2PA18
 

MEDIA DISRUPTION (Gangguan Media)

 


Kita semua mengharapkan komputer dan internet kita berinteraksi dengan kita. Namun demikian, tidak peduli betapa kompleks dan canggihnya alat elektronik, akan selalu ada saat-saat ketika mereka gagal untuk hidup sampai akhir dari tawar-menawar mereka. Akan ada saat-saat ketika perangkat lunak dan perangkat keras tidak berfungsi dengan baik, ketika suara mengganggu komunikasi, dan koneksi terputus. Akan ada saat-saat ketika sistem telekomunikasi tidak memberi kita apa-apa, bahkan tidak ada pesan kesalahan. Rasa frustrasi dan kemarahan yang kita alami sebagai reaksi terhadap kegagalan ini mengatakan sesuatu tentang hubungan kita dengan mesin dan internet kita - sesuatu tentang ketergantungan kita pada mereka, kebutuhan kita untuk mengendalikan mereka. Kurangnya respons juga membuka pintu bagi kita untuk memproyeksikan segala macam kekhawatiran dan kecemasan ke mesin yang tidak memberikan jawaban. Hal ini disebut sebagai pengalaman lubang hitam dari dunia maya. Untungnya, beberapa lingkungan yang dimediasi komputer lebih kuat dari yang lain. Perbedaan-perbedaan dalam kehandalan, prediktabilitas, dan ketergantungan menanggung efek psikologis yang penting.

Surfing di internet memang menyenangkan. Upload berbagai macam foto, download video, chatting dengan teman dan hal lainnya seperti browsing, bertukar e-mail, atau Skype.
Namun, kegiatan tersebut akan berubah menjadi menjengkelkan ketika koneksi internet tiba-tiba menjadi lambat. Berikut ini adalah beberapa hal yang menyebabkan koneksi internet menjadi lambat :
  1. Kekuatan sinyal dari provider. Semakin jauh BTS dari lokasi Anda, maka kecepatan koneksi internetnya juga semakin buruk.
  2. Adanya pembatasan pemakaian dari pihak provider. Misalnya, hanya pada pemakaian 1 GB pertama saja kecepatan koneksinya tinggi, setelah itu kecepatannya akan semakin berkurang.
  3. Biasanya pengguna paling sering menggunakan internet pada saat sore hingga malam hari. Banyaknya jumlah pengguna yang menggunakan akses internet pada saat yang bersamaan juga mempengaruhi kecepatan koneksi internet. Maka dari itu, hindarilah menggunakan akses internet pada saat jam-jam trafik (padat).
  4. Tentunya setiap browsing di internet, browser akan menyimpan cache, cookies dan history mengenai laman website yang dikunjungi. Nah, setiap minimal sebulan sekali, usahakan untuk menghapus/ membersihkan ketiganya.
  5. Mungkin, karena ingin browser Anda terlihat style, Anda menambahkan berbagai macam Add Ons maupun Plugin. Perlu Anda ketahui, banyaknya Add Ons ataupun Plugin di dalam browser Anda malah menyebabkan software menjadi rawan crash.
  6. Membuka banyak tabs dalam waktu yang bersamaan juga berpengaruh terhadap lambat tidaknya koneksi internet, karena semakin banyak tab yang dibuka, maka akan semakin berat pula kinerja perangkatnya.
Ericsson melalui ConsumerLab-nya mempublikasikan sebuah riset bertajuk “The Stress of Streaming Delays”. Para responden dibagi menjadi tiga kelompok yang diberi gawai dan sebuah pekerjaan dengan modal jaringan internet tanpa gangguan, dengan gangguan jaringan tingkat menengah, dan gangguan jaringan tingkat tinggi.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respons responden dari ketiga situasi di atas. Pendekatan yang dipakai adalah studi neurosains sehingga peneliti memantau aktivitas otak, gerakan mata, dan nadi responden selama mereka berselancar ke beberapa situs web dan menonton video klip. Mereka juga mengukur persepsi responden operator jaringan internet yang dipakai sebelum dan sesudah dilaksanakannya penelitian.

Hasilnya menunjukkan, penundaan dalam memuat sebuah laman dan video meningkatkan level detak jantung dan stres responden. Rata rata dalam sekali penundaan akan menghasilkan 38 persen peningkatan detak jantung. Sedangkan untuk stres, partisipan telah menunjukkan stres sejak awal memegang gawai sebab salah satu perintahnya yakni menuntaskan sebuah pekerjaan dengan waktu yang terbatas. Dalam pelaksanaannya, penundaan-penundaan dalam akses internet membuat tingkat stresnya lebih tinggi lagi.

Stres sebesar 13 persen bahkan tetap ada pada kelompok responden yang jaringan internetnya lancar jaya. Untuk kelompok kedua dengan penundaan tingkat menengah, tingkat stres di awal penelitian sudah mencapai 16 persen. Setelah penundaan-penundaan selama dua detik di sisa penelitian tingkat stresnya naik menjadi 31 persen. Sementara itu di kelompok dengan tingkat penundaan paling tinggi sudah merasakan kenaikan tingkat stres sebesar 19 persen di awal riset. Di sisa riset dengan penundaan-penundaan hingga 6 detik, tingkat stresnya sudah mencapai 34 persen.

Stres barangkali akan selalu jadi harga yang mesti dibayar mereka yang tak bisa hidup tanpa internet. Hidup tanpa internet? Apakah bisa? Nielsen, lembaga riset media dan ekonomi asal Inggris, pernah merilis laporan yang menyebutkan bahwa kebanyakan konsumen di dunia merasa gelisah jika berada jauh dari gawainya, dari medsosnya, dari dunia sekundernya.

Dalam laporan yang dirilis pada Oktober 2016 tersebut, Nielsen menyatakan bahwa 56 persen konsumen global tidak dapat membayangkan hidup tanpa perangkat ponsel pintarnya. Kemudian, dijelaskan pula bahwa 53 persen konsumen global merasa tidak tenang jika berada jauh dari perangkat mobile mereka. Bahkan, 70 persen konsumen global merasa perangkat mobile membuat hidup mereka menjadi lebih baik.




REFERENSI